Sudah tidak asing lagi bagi kita, banyak barang-barang yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah produksi dari luar negeri. Mulai dari alat transportasi, alat komunikasi, pakaian, mainan anak, makanan, bahkan sekedar pisau cukur pun diimpor dari negara lain. Saking terbiasanya dengan barang impor, kita sampai bisa mengklasifkasikan barang-barang tersebut berdasarkan daerah asalnya. Misalnya untuk kendaraan bermotor, secara umum penilaian masyarakat kita adalah produk buatan Eropa kualitasnya bagus dan mahal, barang buatan Jepang dan Korea lumayan bagus dengan harga lebih murah, dan produk buatan China yang terkenal murah namun cepat rusak. Nah yang menarik adalah China, produk-produk dari negeri Tirai Bambu ini cukup merajai di berbagai sektor seperti alat transportasi, alat komunikasi, pakaian, mainan anak, aksesoris dan makanan. Banyak masyarakat yang menyukai barang-barang buatan China karena murah meriah, tidak peduli barang itu cepat rusak.
Okelah kalau begitu, di era globalisasi seperti sekarang ini jual beli lintas negara adalah sesuatu yang sangat wajar meskipun ada sebagian orang yang tidak suka dengan fenomena ini karena menunjukkan mental bangsa yang konsumtif. Nah bagaimana ceritanya ketika yang diimpor dari China itu adalah guru?
Negara yang mendatangkan guru dari China adalah Inggris. Mungkin para pembaca heran juga kenapa negara sehebat Inggris sampai harus mendatangkan guru Matematika dari China. Seperti dilansir oleh BBC, Sekitar 60 guru matematika dari Shanghai, Cina, akan didatangkan ke Inggris untuk meningkatkan standar dalam program Departemen Pendidikan. Tujuan program itu adalah meningkatkan kemampuan matematika bagi jutaan orang.
Para guru dari Shanghai dijadwalkan akan tiba di Inggris mulai tahun ajaran baru bulan September tahun ini. Mereka antara lain diharapkan akan menularkan metode pembelajaran, memberikan dukungan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan dan membantu melatih guru-guru lain. Guru-guru matematika tersebut akan ditempatkan di "pusat-pusat matematika" yang menjadi kemitraan antar sekolah.
Pusat-pusat ini kemudian akan bekerja sama dengan ahli matematika dan menyebarkan cara-cara terbaik yang didapat ke sekolah-sekolah di daerah yang sama.
"Kita mempunyai guru-guru luar biasa di negara ini tetapi apa yang saya lihat di Shanghai - dan kota-kota lain di Cina - memperkuat keyakinan saya bahwa kita bisa belajar dari mereka," kata seorang pejabat Kementerian Pendidikan Elizabeth Truss, seperti dilaporkan wartawan BBC Sean Coughlan.
Para siswa paling miskin di Shanghai, Cina, menunjukkan nilai sama dalam ujian matematika dibanding siswa-siswa kaya di Inggris. OECD mengatakan anak-anak keluarga miskin di Shanghai rata-rata
mempunyai prestasi lebih baik di bidang matematika dibanding anak-anak
dari kelas menengah di Inggris. Oleh karena itu, lanjutnya, siswa-siswa kurang mampu di Inggris seharusnya lebih baik dalam pencapaian akademik.
Hasil ujian PISA terbaru diterbitkan tahun lalu oleh OECD dan memberikan peringkat negara-negara maju berdasarkan hasil ujian siswa berusia 15 tahun di mata pelajaran membaca, matematika dan ilmu pengetahuan. Inggris berada di peringkat tengah, sementara negara-negara Asia seperti Singapura, Korea Selatan dan Hong Kong berada di tempat teratas.
Source:
Article here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana tanggapan Anda tentang artikel ini? yuk tulis di kolom komentar